IHSG Diprediksi Perkasa di Akhir Pekan

Gorontalo, PaFI Indonesia — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi menguat pada perdagangan Jumat (22/10).
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan IHSG masih menunjukkan potensi kenaikan jangka menengah hingga panjang menjelang akhir tahun ini.

“Jika terjadi koreksi minor masih dapat dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi pembelian bagi investor,” kata William.

Ia diprediksi indeks saham akan bergerak dalam rentang support 7.102 dan resistance 7.227

Untuk saham pilihan, William merekomendasikan TLKM, ASII, ASRI, TBIG, JSMR, dan KLBF.

Sementara itu, Vice President Marketing, Stertegy, and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi diprediksi IHSG bakal melemah dengan indikator RSI kembali masuk ke zona oversold dan MACD menunjukkan pelemahan tren.

“IHSG kami perkirakan bergerak mixed cenderung melemah dalam tentang level support 7.100 dan resistance 7.230,” katanya.

IHSG ditutup di level 7.140 pada Kamis (21/11). Indeks saham melemah 39,42 poin atau minus 0,55 persen dari perdagangan sebelumnya.

Mengutip RTI Infokom, investor melakukan transaksi sebesar Rp9,82 triliun dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 16,99 miliar saham.

Pada penutupan kali ini, 23 saham menguat, 316 terkoreksi, dan 244 lainnya stagnan. Terpantau tujuh dari sebelas indeks sektoral melemah, di mana sector properti paling dalam sebesar 0,84 persen.

Wall Street Menguat

Di pasar asing, Wall Street kembali mencatat kenaikan pada penutupan perdagangan Jumat, 22 November 2024, dengan membukukan reli lima hari berturut-turut.

Dilansir dari AP, Sabtu, 23 November 2024, Dow Jones Industrial Average mencapai rekor tertinggi baru, sementara S&P 500 naik 0,3 persen. Kenaikan mingguan S&P 500 sebesar 1,7 persen hampir menghapus seluruh penurunan dari pekan sebelumnya.

Dow melonjak 1 persen, melewati rekor tertinggi sebelumnya yang dicapai pekan lalu, dan Nasdaq naik tipis 0,2 persen. Pasar telah bergejolak dalam beberapa minggu terakhir, sempat merosot menjelang pemilu November, melonjak setelah kemenangan Donald Trump, lalu kembali melemah. Namun, minggu ini S&P 500 terus mendekati rekor tertingginya, kini hanya berjarak 0,5 persen dari level puncak.

“Kondisi pasar secara keseluruhan mulai kembali normal setelah periode yang penuh tekanan,” kata Mark Hackett, Kepala Penelitian Investasi di Nationwide.

Saham beberapa peritel mencatat lonjakan setelah memberikan laporan keuangan yang positif. Gap melonjak 12,8 persen setelah membukukan laba dan pendapatan kuartal ketiga yang melampaui ekspektasi analis, sekaligus menaikkan proyeksi pendapatan tahunannya. Ross Stores, peritel diskon, naik 2,2 persen setelah merevisi naik proyeksi laba tahunannya.

Di sisi lain, saham EchoStar merosot 2,8 persen setelah DirecTV membatalkan rencana pembelian unit Dish Network miliknya.

Saham perusahaan kecil, yang diwakili oleh indeks Russell 2000, mencatat kenaikan 1,8 persen, salah satu yang tertinggi pada hari itu. Sementara mayoritas saham dalam S&P 500 menguat, beberapa saham teknologi besar justru mengalami penurunan, menahan laju indeks.

Nvidia turun 3,2 persen. Valuasi yang tinggi membuat saham ini memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan pasar secara keseluruhan. Perusahaan yang kini bernilai hampir USD 3,6 triliun itu tengah diuntungkan oleh tingginya permintaan chip untuk teknologi kecerdasan buatan.

Sementara itu, pasar Eropa sebagian besar ditutup menguat, sementara pasar Asia bergerak variatif. Harga minyak mentah juga naik. Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury 10 tahun turun tipis ke 4,41 persen dari 4,42 persen pada hari sebelumnya.

Di pasar kripto, Bitcoin bertahan di sekitar USD99.000, menurut CoinDesk. Harga aset kripto ini telah lebih dari dua kali lipat sepanjang tahun dan pertama kali melampaui level USD99.000 pada Kamis lalu.

Perhatian investor pekan ini banyak tertuju pada sektor ritel menjelang musim belanja akhir tahun. Walmart, peritel terbesar di AS, melaporkan penjualan kuartal yang kuat dan memberikan proyeksi keuangan yang optimistis. Namun, Target membukukan laba yang lebih rendah dari ekspektasi analis, mengecewakan pasar dengan proyeksi yang lebih lemah.

Meski tekanan inflasi dan suku bunga tinggi masih dirasakan, belanja konsumen tetap menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Inflasi yang terus melandai dan penurunan suku bunga acuan Federal Reserve memberikan sedikit kelonggaran bagi konsumen.

Namun, perubahan besar dalam pola belanja atau kenaikan kembali inflasi dapat memaksa bank sentral untuk mengubah kebijakannya.

Indeks sentimen konsumen Universitas Michigan menunjukkan kekuatan daya beli tetap tinggi, meski turun ke 71,8 dari 73 pada awal bulan. Ini masih lebih baik dibandingkan level Oktober di 70,5. Ekspektasi inflasi konsumen untuk setahun ke depan turun tipis ke 2,6 persen, terendah sejak Desember 2020.

Pekan depan, investor akan memantau laporan indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) untuk Oktober, indikator inflasi utama yang akan dirilis Rabu. Laporan ini menjadi data terakhir sebelum pertemuan Federal Reserve pada Desember mendatang.